12.3.13

Where do I go now? Where do I go..


"And I will be lookin' up my window, seeing maybe Kleve sky, would you become enough to remember. I'll be hearing my own foot steps, under maybe Kleve sky, would you become enough to remember me? I'll fly away today, it's been fun. I'll repeat the cliché, things won't be the same without you all, my Bro's."


The adventure is just about to begin! Gonna miss everything here. This city, foods (yes, I mean Dürüm Döner) and of course, people who fill my days all the time, people who shared good and bad times with me, people who always gonna called FAMILY whatever happens, I miss yall already, buddies! Stay cool, party hard and don't go mad, your big D' is gonna be back on 21st of June 2013. In case you wanna know how I am doing in Tianjin, China, just try to open this blog and start from now on, my blog is gonna be always in English for sure. Probably I gotta face some problems for getting online in Facebook, try to contact me via eMail: dunz826@yahoo.com. So, see you when I see you!

-your big D

21.12.10

3rd part of trilogy; germanisasi

hola! akhirnya rampung juga akhir dari trilogy ku ini kawan. posting akhir, posting pelengkap atau bisa disebut posting penyempurna ini kuberi judul Germanisasi, sebuah kondisi, dimana semua hal berubah menjadi German. mungkin untuk kalian yang belum tau mana saja bagian dari trilogiku, kalian bisa membacanya di 2 posting sebelum posting ini. DILARANG KERAS MEMBACA POSTING INI SEBELUM MEMBACA 2 POSTING SEBELUMNYA, bakal tak sinkron kawan! jadi silahkan membaca 1st dan 2nd part nya, tepat 2 posting sebelum posting ini. terima kasih juga kuucapkan atas komentar-komentar kalian di posting-posting sebelumnya yang memompaku untuk mencoret blog-ku ini lagi.

seperti yang kalian tahu dari posting sebelumnya, pada akhirnya, hari itu sebelas januari dua ribu sepuluh, tanggal yang juga adalah lagu dari band indonesia, GIGI, aku meninggalkan bumi pertiwi untuk menikmati syahdunya alam eropa, elok rindangnya negara Hitler dan tentu menikmati sebuah kota, Wismar, yang menjadi tempatku menuntut ilmu. saat melepaskan mama, jam tanganku menunjukkan tepat pukul 19.30. tepat saat itu juga, kuputuskan untuk benar-benar memulai hidup baru, tanpa meninggalkan hidup yang lama tentunya. aku mencoba untuk realistis, aku telah memilih jalan kesana, itu artinya apapun resiko, apapun aral yang melintang, akan kuhadapi dengan sisa nafas yang kadang juga masih sering terengah-engah. hari itu, diiringi dengan jutaan rasa yang bercampur satu dalam tema yang berjudul: pergi untuk kembali. aku pergi dengan sejuta harapan, tak lupa membawa sebongkah semangat dan besertaku hadir pula doa-doa dari orang terdekat, yang tentunya sangat membantuku.

maskapai penerbangan yang kupakai pada saat itu adalah Turkish Airline, sebuah perusahaan penerbangan asal Turki yang membawa kami ke Singapura terlebih dahulu, sebagai tempat transit, kemudian menuju Istanbul, ibukota negara Turki dan terakhir mendarat di kota tujuanku di Jerman, Hamburg. pesawat yang berkapasitas kurang lebih 289 penumpang ini menjadi burung besi pertama yang membawaku melintas eropa, mendekatkanku dengan cita-cita dan asa, serta menyobek-nyobek keraguan yang sempat selama ini melintas dan menyebrang dalam benakku. semuanya kutinggalkan, semuanya kulepaskan demi mendapat sesuatu yang baru, pengalaman, teman baru, pendidikan dan tentunya menjejakkan kakiku di tiap jengkal Eropa.

di pesawat yang berasal dari negara makanan Kebab ini, aku duduk di seat 21C, berada diantara himpitan Radit dan Kevin, 2 temanku yang juga murid dari Stufen International. perjalananku dari Jakarta ke Singapura sendiri hanya sekitar 2 jam, bukan waktu yang cukup lama menurutku. dari Singapura menuju ke Istanbul, kurang lebih 6 jam. selama 6 jam ini pulalah aku memikirkan semua yang sebelumnya memang telah kupikirkan, jarak dengan Mama, adaptasi baru dengan bahasa yang hanya selama lebih kurang 4 bulan ku pelajari dan tentunya mimpi-mimpiku membelah eropa. hatiku berdebar, kaki tak berjejak, mata nanar dan tangan bergetar, aku makin menyadari, tiap detik yang kulewati begitu berarti hari ini. aku makin dekat dengan impian dan asa yang telah kutanam selama ini.


selama perjalanan, tak henti-hentinya guyonan, candaan, kelakar dan omongan-omongan yang "katanya"  meanless keluar dari masing-masing Laskar Stufen ber-11 ini. untungnya, kami ditemani oleh Frau Arlian ( buat yang belum tahu siapa itu Frau Arlian, silahkan  baca 2nd part of my trilogy) yang kadang juga malah ikutan mengeluarkan kata-kata yang meanless. 6 jam disini kulalui dengan cara paling ampuh sebagai penghilang kebosanan, TIDUR! 4 jam tertidur membuatku cukup puas, tapi sayangnya ada hal terindah yang kulewatkan, makan. aku hanya bisa membayangkan makanan yang teman-temanku dapatkan dengan segala kekesalan dan tentunya emosi karena tak ada yang membangunkanku saat jamuan makan malam tiba. tapi sesi makan kedua tentu takkan kulewatkan, kulahap habis semua yang tersedia, karena jujur saja, perutku minta diisi sejak keberangkatan. hal ternikmat di pesawat ini tentunya para pelayan di pesawat atau yang akrab dikenal dengan sebutan pramugari. pramugari berdarah Turki asli ini memiliki paras elok, anggun nan mempesona. kadang malah membuat naluri lelakiku salut akan keindahan yang terukir di wajahnya.


aku tertidur, entah berapa lama, sejak selesai makan sampai di Istanbul. dari jendela pesawat terhampar luas eloknya tatanan ibukota Turki ini. terlihat pula beberapa kubah masjid yang berkelok dengan gembulan-gembulan yang aduhai. warna bangunan-bangunan di Istanbul pun bercorak-corak seperti burung beo yang mengenakan warna pelangi dan mencolok. sisi lain kota yang sering disebut Konstatinopel pada zaman Yunani adalah susunan bangunan-bangunan yang malah cenderung rapat satu dengan lainnya. ya, mungkin seperti ibukota negara kita, Indonesia.

akhirnya mendaratlah binatang besi udara yang kami naiki ini. 1 hal yang tak pernah kulupakan adalah ketika sang pilot mendaratkan pesawatnya, hampir tak ada getaran! semua penumpang dengan senang hati bertepuk tangan untuk sang pilot tanda salute. hal ini, sangat jarang bahkan hampir tidak pernah kudengar di Indonesia. keluar dari pesawat aku mendapat sambutan yang cukup mesra dengan udara di Istanbul, dingin sekali waktu itu, kisarannya 9 derajat celcius. dengan perasaan puas atas pelayanan pesawat ini, aku dan teman-teman lainnya menuju ke loket tiket selanjutnya, untuk meregistrasi ulang, karena kami masih mempunyai jadwal penerbangan ke Hamburg. well, di kota Istanbul, yang berarti kota Islam ini, tak banyak yang sempat kulakukan karena kami memang harus sesegera mungkin ke pesawat selanjutnya. kami mempunyai waktu kurang lebih 2 jam untuk harus masuk lagi ke pesawat milik Turkish Airline dengan tujuan Hamburg ini. waktu yang ada kami manfaatkan bersama untuk menyelesaikan urusan kamar mandi bagi yang membutuhkan, membeli makanan bagi yang lapar serta melihat-lihat kondisi bandara Atatuerk ini.



waktu menunggu selesai dan penerbangan selanjutnya dimulai. kali ini, pesawat yang kami naiki ini berbentuk sedikit lebih bagus daripada Garuda Indonesia. setidaknya, untuk ukuran kursi, aku merasa lebih puas dengan Turkish Airline ini. di pesawat ini, aku mendapatkan kursi 7C, disebelahku duduk Kevin Tamara dengan posenya yang, seperti biasa, merasa paling ganteng. tak lama kami didalam pesawat, akhirnya sampailah kami di langit negara pengekspor terbesar di dunia ini. kulihat semua keindahan alam dengan 1 warna: putih. ya, ini musim dingin. sebelum kami berangkat, Herr Aji, salah satu pendidik kami di Stufen sudah mengingatkan bahwa desember 2009-januari 2010 adalah musim dingin terburuk selama 20 tahun terakhir. agak seram kudengar sebenarnya, tapi dengan pengalamanku yang tak pernah sama sekali melihat, meraba, merasakan atau berjalan di atas salju, ini semua bukankah menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan? putih, semua putih. di lain sisi, kota Hamburg, yang merupakan salah 1 kota maritim di Jerman, karena lokasinya yang dekat dengan perairan, memiliki laut yang sungguh eksotis, laut yang beku. laut es, begitu kusebut namanya pertama kali.



sampai di bandara, aku dan 10 orang lainnya telah ditunggu oleh salah seorang staff Stufen yang kini menjadi sahabat dekatku, Andi Purnomo. Andi merupakan seorang mahasiswa jurusan Teknik Kedokteran di Technische Universitaet Harburg-Hamburg. jurusan ini mempelajari tentang segala peralatan ataupun mesin-mesin dalam bidang kedokteran. lelaki berdarah cina tulen yang besar di Jakarta ini memiliki perawakan yang sangat proporsional untuk peran stuntman di film-film action dari cina, sangat berbeda dengan cina-nya Kevin yang condong lebih pantas menjadi artis film drama Korea dengan judul "Anak Tuyul di Pohon Sakura". 1 hal yang sampai sejauh ini kuketahui adalah, andi cukup disegani dalam masalah otak. otak encernya diakui di berbagai bidang. olahraga juga ditekuninya dengan cukup baik, salah satunya basket yang menjadi favoritnya hingga saat ini.


selain Andi, kami mempunyai orang tua lain dari Stufen juga. Juan Marco Fernandez, pria ini tak kurang dari Andi. bedanya, Marco lebih pantas menjadi guru karate yang telah menghancurkan atlet-atlet shao-lin, taekwondo atau bahkan silat dari banten. pria humoris ini juga memiliki pembawaan yang supel dan terus terang itu membuat kami tak segan menanyakan semua hal kepada Marco. Marco memiliki darah campuran, ayahnya Om Jeffrey, sosok kakek  yang benar-benar perhatian kepada kami, peduli total dengan kami dan menasehati kami tentang banyak hal, adalah orang bogor asli, sedangkan sang ibu yang tak kalah perhatian dan baiknya dengan kami, berdarah Jerman. walaupun bukan orang Indonesia asli, Tante cukup fasih berbahasa Indonesia. ini dikarenakan keluarga Marco pernah tinggal di Indonesia dalam waktu yang cukup lama, malah kedua adik marco (Nino & Milane Fernandez) sedang meniti karir di dunia entertaining di Indonesia. selain Marco, kami juga didampingi Sarah Ticoalu. Sarah adalah pujaan hati Marco yang sudah kami anggap seperti ibu asuh bagi kami. harapanku, mereka bahagia selamanya dalam lindungan Tuhan YME.


oleh Marco, barang-barang kami dibawa menggunakan mobilnya dengan bantuan 1 kereta gandeng sampai kerumah sementara kami di Liebrechtstrasse 54, Harburg-Hamburg. di lantai 1 rumah ini, terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur dan sebuah ruangan cukup besar yang kami jadikan ruang tamu. sedang di lantai 2, terdapat 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi. kamar bawah diisi oleh aku dan Radit, seorang pria yang sampai sekarang memiliki hubungan baik denganku, bahkan kami sempat berlibur bersama ke amsterdam dan paris (baca posting di agustus-2010). bagaimana dengan yang lain? ya mereka mendapatkan juga jatah kamar masing-masing. sebelum lanjut lebih jauh, mari kuperkenalkan teman-teman Stufenku, diantara mereka, tidak semua yang pergi 1 pesawat denganku, Reavan, Jakha dan Erwan menyusul kemudian karena satu dan lain hal, inilah mereka:

  • Achmad Buchori; pria gendut yang besar di tanah betawi ini bisa dibilang mahkluk Tuhan yang paling seksi diantara kami. perawakannya yang besar, hitam sensual ditambah senyum gigi putih khas pepsodentnya ini membuat orang-orang gampang "in" dengannya. cara berpikirnya yang juga cukup dewasa boleh dikategorikan menjadikannya sebagai "yang dituakan" di Stufen Jakarta. sekarang, Mamet menjadi murid di Studienkolleg TU Berlin. jurusan yang ia minati adalah teknik kimia dan cita-citanya adalah menjadi menteri di Republik Indonesia ini!
  • Anak Agung Gede Mahardika; leak bali! tak ada yang mampu mengalahkan hebohnya Dika. dia mampu membuat yang biasa menjadi tak biasa, memandang sesuatu yang kecil, mentertawakannya, lalu kemudian membuatnya menjadi sesuatu yang malah pantas dibanggakan. selama di Jakarta, boleh dikatakan dia sering main ke tempatku, entah sekedar bermain play station, internetan atau bahkan belajar Dika terdaftar sekarang di Studienkolleg TU Berlin. ia berminat sekali dengan yang namanya Teknik Lingkungan.
  • Ditta Ramalia Guntari; boleh dibilang teteh aseli sunda ini salah satu murid yang memiliki kemampuan bahasa yang cukup baik untuk seorang pemula yang ingin menuntut ilmu di Jerman, setidaknya diantara kami. ini karena Ditta lebih lama "akrab" dengan bahasa Jerman ini sendiri. otaknya yang memang terbilang cerdas dalam bahasa Jerman ini membuatnya memang selalu mendapat nilai baik dalam tes-tes atau ujian yang dia ikuti. perempuan termuda dan berkerudung ini mempersiapkan mimpi-mimpinya untuk menjadi dokter di Studienkolleg Universitaet Frankfurt, di Frankfurt.




  • Fajar Arief Noor; akang sunda yang juga pemikir handal walau kadang tak mampu menerapkan pola pikirnya sebaik yang ia terapkan ke orang lain. dia juga merupakan salah 1 teman baikku di Jerman ini, setidaknya untuk urusan asmara. Fajar mumpuni dalam bergaul, bisa dibilang seorang yang supel. dimatanya, cinta itu diatas segala-galanya. cita-cita Fajar adalah menjadi dokter dan Jerman adalah negara yang tepat untuk membantunya untuk mewujudkan semua yang ia inginkan. posisi Fajar sekarang di Studienkolleg Universitaet Nordhausen.






  • Herjuno Darpito; bukan! dia bukan Sultan Hamengkubuwono yang sedang menjabat sebagai pemimpin Yogyakarta sekarang ini. walau namanya sama, tapi panggilannya berbeda, dia Juno, pria bekasi yang mempunyai hobi paling serupa denganku, sepak bola. kami mempunyai banyak kegemaran yang sama, kesukaan yang sama. pesepakbola kesukaannya Ronaldinho. bermain play station di kost.an ku juga sering menjadi aktivitas yang seru buat kami berdua. ketertarikannya dengan Teknik Mesin, mengantarnya sekarang ke Studienkolleg TU Berlin, di Berlin, ibukota Jerman.
  • Jakha Indra Alwasiu Asmanto; manusia tersabar di Stufen. biarpun ribuan hinaan menghampiri, cercaan diperolehnya atau bahkan keisengan dari kami, selalu ditanggapinya dengan hati yang penuh kesabaran. perjaka dari Makassar ini memegang asas kampung diatas segala-galanya. baginya tak ada yang lebih bagus dan indah daripada Makassar. Jakha juga merupakan salah satu teman bermainku selama di Jakarta. di Jerman, Jakha ingin menuntaskan hasratnya untuk menjadi pebisnis handal. untuk itu, sekarang dia belajar di Studienkolleg Leipzig.
  • Kevin Tamara; manusia yang besar di ibukota ini selalu merasa kalo dia lelaki paling ganteng diantara semua anak-anak Stufen. perawakannya yang kecil membuatnya terkesan yang paling patuh, padahal JUJUR, dia pemberontak! blak-blak.an, setia kawan, pemusik, 3 hal yang cukup mewakili seperti apa garis besar Kevin. banyak kesamaan antara aku dan Kevin, mungkin itu alasannya mengapa kami memiliki hubungan yang cukup erat. kevin terdaftar sebagai murid Studienkolleg Leipzig sekarang ini. hobinya mengutak-atik robot membuatnya ingin mendapat gelar di bidang Mekatronika.




  • Lis Tabuni; wanita berhati lembut, tapi memiliki fisik layaknya Menara Eiffel, kekar! dara kelahiran Papua ini bisa dibilang menjadi teman senasib bersamaku selama di Jakarta. Lis malah sudah aku anggap layaknya saudara sendiri. dia siswa paling rajin di Stufen! datang tak telat, peer pun selalu dibuat. dia juga suka bernyanyi, tak heran kalau misalnya aku sering melantunkan lagu dengannya. sekarang ini Lis tengah mempersiapkan masa depannya di Studienkolleg Leipzig, di Leipzig, kota besar di Sachsen.





  • Lukas Erwan; lelaki asli pekalongan yang berbadan cukup besar ini juga merupakan bagian dari Stufen Bandung, sama seperti Reavan, Radit dan Ditta. kegemarannya yang memakai baju atau aksesoris bernuansa "kalem" membuatnya kelihatan (digarisbawahi KELIHATAN) yang paling lemah gemulai, walau sebenarnya tak begitu adanya. Erwan mempunyai cita-cita menjadi seorang ahli Gizi, itu yang menyebabkan dia sekarang terdaftar sebagai murid di Studienkolleg TU Berlin, bersama Dika, Mamet dan juga Juno.
  • Radita Nur Ikhsan; Radith! ujang dari sunda ini cukup dikenal kocak, berpikir seflexibel mungkin dan tentunya, bertanggung jawab akan semua tindakan yang dia lakukan. teman sekamarku selama di Hamburg ini juga mempunyai cara berteman yang sangat baik. gamer yang handal ini juga termasuk orang yang kocak dan guyon. calon dokter lulusan Jerman ini sekarang menuntut ilmu di Studienkolleg Universitaet Greifswald, sebuah kota di Mecklenburg Vorpommern.





  • Reavan Phraseta; cowok idaman gadis eropa! gayanya yang asik dan tampangnya yang mungkin sangat asia sekali membuat dia digandrungi kaum hawa disini. Reavan juga adalah salah satu anak Stufen yang memiliki banyak komunikasi dengan kaum hawa asli Jerman. bahasa yang dipakainya sehari-hari pun boleh diacungi jempol, dari bahasa alay sampai pada bahasa slang-nya Jerman, cukup dikuasai olehnya. mempunyai ilmu pertemanan yang cukup baik, menjadikannya digemari orang-orang disekitar. Reavan yang bercita-cita menjadi dokter, sekarang berada di Studienkolleg Universitaet Nordhausen.
  • Theresia Austin Barus; biasa dipanggil Echa oleh kami para murid dan guru di Stufen. salah satu murid cerdas di Stufen juga salah seorang dari 3 perempuan yang berangkat ke Jerman juga, selain Lis dan Dita. cukup pendiam tapi tak tinggal diam melihat sesuatu yang dia lihat diam-diam dalam diamnya. jadi intinya, echa=diam. gadis jakarta yang juga berdarah batak ini memasrahkan mimpinya untuk menjadi seorang ahli Kimia di Jerman. sekarang, Echa berada di Studienkolleg Technische Universitaet Darmstadt.

that's all! pasti kalian bertanya-tanya apa itu Studienkolleg? beberapa kali sempat selalu kusebutkan benda itu diatas tadi. yeah, kami para mahasiswa berkebangsaan asing diharuskan untuk mendaftar, menjalani serta lulus dari studienkolleg ini. mungkin dalam bahasa inggris disebut pre university. untuk masuk kesana, kami diwajibkan mengikuti tes sesuai dengan peraturan studienkolleg itu sendiri. kebanyakan dari studienkolleg biasanya mengharuskan kami mengikuti tes matematika dan bahasa Jerman. aku, jujur, kurang ahli (dalam bahasa yang kasar: cupu) dalam hal matematika. entah kenapa, sejak smp kemampuan matematikaku selalu menurun, ditambah lagi ketika sma aku hanya mampu memanfaatkan temanku yang jago matematika dengan syarat dia memanfaatkanku dalam hal bahasa inggris. begitulah hidup kawan. hidup itu tak perlu pintar, kita hanya harus pintar-pintar.


sebelum mengikuti tes-tes ini, dari Indonesia, Herr Ahmad telah mengurus segala macam pendaftaran beserta tetek bengeknya, jadi kami hanya perlu datang, tes dan pulang. disinilah aku merasakan apa itu yang namanya penyesalan yang sebenarnya tak berbanding terbalik dengan kesuksesan. karena dalam setiap kesuksesan tersimpan sebuah kegagalan yang tentu memiliki rasa penyesalan, entah penyesalan dalam bertindak, mengambil keputusan atau menyikapi sesuatu. waktu yang tersisa sebelum kedatangan tes-tes itu sendiri kumanfaatkan untuk BELAJAR MATEMATIKA sebaik mungkin. karena menurutku dalam hal bahasa, tak ada kesulitan yang berarti.

tempat pertama yang kujajaki untuk ujian adalah Studienkolleg Technische Universitaet Berlin. dari namanya aku rasa kalian sudah mengerti, kalau posisinya memang di kota Berlin, ibukota Jerman. kesana, aku pergi bersama Mamet, Juno, Dika, Lis dan Andi. kami berlima menggunakan ICE, sebuah kereta eksklusif yang juga cukup mahal dari Hamburg-Berlin. sesampainya disana, aku bersama yang lain disambut oleh Jismi Akhmam Bukhara, senior kami di Stufen, yang kurang lebih sudah 1 tahun disini demi mengikuti pendidikan di Studienkolleg Berlin juga. sebelum tes, kami menyempakan diri untuk makan terlebih dahulu di salah satu restoran asia di sekitaran kampus. setelah makan, tenaga terkumpul, kami menuju langsung ke ruangan tes. tesnya sendiri terdiri dari 3 bagian: matematika, bahasa jerman dan bahasa inggris. 

buat pelajaran pertama, aku kaku, aku mati gaya, aku hanya bisa pasrah, berharap keajaiban Tuhan membantu nilaiku disini. bagaimana dengan bahasa jerman? lagi-lagi aku kewalahan. aku tak mengerti apa yang dibicarakan oleh sang pembaca text, damn! untuk test terakhir, english, aku lumayan santai, hanya materi-materi ringan yang diujikan. sepulang dari tes, dalam kereta yang kubayangkan hanya harapan buat studienkolleg lain, karena aku sudah yakin, disini bukan tempatku, disini bukan area daniel wahyu pratama hutagalung. takdirku memang tak disini tampaknya. 2 hari kemudian, tes diumumkan, hanya Mamet, Dika dan Juno yang lulus, berbanding terbalik dengan aku dan Lis, ya aku gagal dengan TU Berlin, ah tidak, lebih tepatnya TU Berlin memang tak cocok denganku.

studienkolleg fh schmakalden-nordhausen yang terletak di nordhausen menjadi tempat tes selanjutnya untukku, Kevin, Lis dan Jakha. kami berempat berangkat dengan ditemani oleh Andi beserta Frau Arlian (baca dipostingan 2nd trilogy jika ingin tahu siapa beliau). di nordhausen sendiri kami akan disambut oleh salah satu kerabat Andi, yang juga sering kujadikan tempat curhat dan konsultasi pendidikan selama di Jerman, dia adalah Kadek. pria asli bali yang bernama asli Varezha Gary Sanjaya adalah putra Indonesia yang menuntut ilmu di Technische Universitaet Ilmenau dengan jurusan Fahrzeugtechnik, jurusan teknik yang berhubungan dengan mesin kendaraan. Kadek adalah pribadi yang unik, lagi dan lagi, aku merasa beruntung mendapati orang-orang yang baik disekelilingku. kami bertujuh bermalam terlebih dahulu di sebuah Jugendherberge, sebuah penginapan yang bisa dikategorikan motel khusus untuk anak muda. disana, kusempatkan diri untuk belajar dan mengulang bahan-bahan yang ada, tapi bukan bahasa Jerman (deutsch) yang kuulang-ulang. melainkan BELAJAR MATEMATIKA. aku sadar akan kelemahanku di bidang ini. kadek membantuku untuk memecahkan beberapa soal-soal latihan yang sering diadakan dalam tes studienkolleg, yang biasa sering disebut aufnahmepruefung. 2 jam waktuku belajar, dan akhirnya kami semua tidur. sebelum tidur, entah omongan-omongan meanless apa lagi yang keluar pada saat itu, yang jelas malam itu kami layaknya orang mabuk anggur malaga, benar-benar mericau yang tak jelas. ricauan kami malah kadang diiringi lagi buangan angin dari beberapa orang diantara kami, yang salah satunya daripadaku. 

keesokan harinya, saat setelah bangun dan hendak mandi, aku memutuskan untuk mandi yang paling akhir. tentu karena aku malas jika mandi bersama di kamar mandi lelaki yang dinding dan pintunya transparan, jadi para orang yang masuk ke kamar mandi pria, bisa melihat jelas siapa yang mandi. sungguh terlalu, ketika sedang mandi, mendadak salah seorang kolega yang entah dimana akal sehatnya juga masuk dan mandi, namanya JAKHA. manusia makassar ini dengan semena-mena masuk dan ingin mandi juga. karena terlanjur basah, akhirnya dia menungguku tepat didepan ruangan mandi seluas 1 meter itu. perih rasanya hatiku. kupertontonkan tubuhku kepada Jakha yang notabene kurang waras akalnya. selesai mandi dan mencoba mengembalikan harga diriku, kami pun melahap sarapan seadanya yang disediakan oleh pihak motel. terlihat juga beberapa orang asing lain, menurutku mereka dari Maroko, yang juga ingin mengikuti tes disini. lahap, kenyang dan berangkat!

menuju ke tempat tes, entah bagaimana bisa, yang jelas aku dan yang lain harus secepat mungkin. waktu tes lebih cepat daripada yang dikira rupanya. saat itu ada 2 pilihan, menunggu bus yang belum tentu lewat atau berlari secepat mungkin. pilihan kedua menjadi jalan yang kami tempuh. layaknya para pejuang di film Merah-Putih, kami berlari-lari menembus kabut subuh yang dingin menusuk kulit dan membuatku kadang mendengar kertak gigi dari teman-temanku. kami sampai ke tempat tes 7 menit sebelum tes dimulai. SAYANGNYA, kami salah gedung! gedung yang sebenarnya untungnya tak berada terlalu jauh dari gedung yang kami salah masuki.

sampai diruangan tes, aku mempersiapkan diriku sebaik dan secemerlang mungkin. kuusahakan sebaik mungkin dalam ujian kali ini. aku tak mau gagal untuk yang kedua kali. entah kenapa, nasibku selalu kurang beruntung dengan matematika. aku kesusahan lagi dan lagi memecahkan soal-soal ini. biarlah, pikirku. akan kuberikan nilai maksimalku di deutsch. mudah-mudahan bisa membantu. setelah tes, kami pun pulang ke Hamburg. 3 hari setelahnya, surat pengumuman datang. kami harus berlapang dada, karena tak ada satupun yang diterima disana. sebenarnya aku diterima di studienkolleg ini, tapi dengan catatan, aku harus menjalani 3 semester, bukan 2 semester seperti pada umumnya. jadi aku masuk 1 semester di kelas yang namanya vorkurs, kursus sebelum studienkolleg. setelah berpikir panjang, aku mencoba berharap untuk tes-tes lain. kulepaskan studienkolleg ini.

sebuah kota kecil di Bayern, Coburg namanya. sebuah kota yang memiliki struktur berbukit-bukit, memiliki studienkolleg yang bernama Studienkolleg Fachhochschule Coburg. disanalah kutaruh lagi harapan-harapan yang baru, kupupuk semangat baruku lagi dikota ini, Coburg. peserta tes kali ini adalah aku, Fajar, Kevin, Lis dan Echa. andi purnomo lagi dan lagi setia menemani kami sampai kesana. kali ini, teman Andi yang lain yang menyambut kami, Jayadi Ongkowidjaja, dipanggil Ko Jay. panggilan ko tentu karena dia keturunan chinese, sedangkan Jay, nama depannya yang disingkat, biar keren katanya. ko jay menemani kami dari awal kami turun kereta, mengantarkan kami ke hotel, mengajak beberapa saat berkeliling coburg dan malah sampai bermain-main bola salju bersama kami disana. kejadian yang paling parah, berkesan dan mungkin tak dilupakan oleh kami adalah hilangnya iPod Kevin, entah dimana, entah kapan dan entah bagaimana bisa. Kevin sendiri tak ingat dimana terakhir kali dia melihat iPodnya. kasian Kevin, iPod itu bisa dibilang punya arti lebih untuknya. semoga yang menemukan iPodnya Kevin diterima sama Tuhan amal-ibadahnya, setidaknya karena dia tak membiarkan sang iPod kedinginan diluar bersama salju.


keesokan harinya setelah kejadian hilangnya iPod, kami pun mempersiapkan diri untuk mengikuti tes yang kali ini berada lagi matematika dan deutsch. tes coburg sendiri memang sudah terkenal angker oleh para mahasiswa asing. entah karena terlalu mengada-ada tesnya atau terlalu sulit, aku tak tahu. tes pun tiba, aku mengerjakan semuanya dengan segala kemampuan yang aku punya. aku kembali menggeram dengan matematika, sial sekali nasibku. kugantungkan kembali pengharapanku dengan kemampuan deutsch yang mudah-mudahan bisa menolong. setelah tes selesai, kami dikenalkan Ko Jay dengan beberapa teman Indonesia yang lain, yang juga tes di Coburg. Rita, Patty, Haekal dan 2 lagi anak Muenchen yang sangat disayangkan aku lupa namanya. kami pun bergerombol menyerbu toko kebab di Coburg. orangnya keliatan senang, karena memang tokonya saat itu sedang sepi. asal kalian tau, kebab merupakan makanan yang sehat. sayur, daging, roti, semua dilahap jadi 1. yummy! setelah selesai makan perjalanan kami dipisahkan lagi oleh kereta menuju kembali ke habitat awal, Hamburg. seminggu setelahnya, pengumuman tiba. pil pahit harus kutelan lagi, aku tak lulus lagi. tegar, aku mencoba tegar dan menjadi lebih kuat oleh kegagalanku kali ini. dalam benak terurai, coburg bukan tempatku.


selama di Indonesia, studienkolleg idamanku adalah studienkolleg universitaet Hannover yang letaknya tentu di Hannover. Hannover adalah salah satu kota besar di Jerman yang merupakan ibukota dari negara bagian Niedersachsen. banyak orang yang bilang kepadaku, kota ini nyaman untuk belajar, dalam artian, tidak terlalu banyak hiburan, yang bisa membuat kita hanya ingin bermain-main bukan kuliah. di Hannover ini, ada sekiranya 2 orang alumni Stufen, Hoki dan Edward. nama terakhir adalah aktor yang sukses merayuku untuk ke Jerman (bisa dibaca di 1st part dari trilogiku). sayang disayang, ketika kami akan datang, Edu, begitu biasa dipanggil, sedang pulang ke Indonesia karena mengunjungi keluarganya. hoki? yoha, dia menjadi pemandu kami kali ini di Hanno. peserta ujian di Hanno sendiri hanya aku dan Echa. Andi tentunya turut serta dalam perjalananku ini. kami berangkat menggunakan kereta metronom. kereta yang hanya melayani perjalanan Bremen-Hamburg-Hannover dan sebaliknya. sejak di Indonesia, semua hal tentang Bremen kubongkar, dari bentuk kotanya sampai tim sepakbola nya, Hannover 96. yeah, aku yakin aku akan lulus disini, dikota yang memiliki luas 204 kilometer kubik ini. asa kembali kutanam, harapan kuurai.


tanggal 18 februari 2010 tepat kudaratkan diriku di kursi ujian yang berlokasi di gedung Universitaet Hannover. kali ini aku mencoba meyakinkan diri bahwa aku, BISA. sugesti dari dalam diri sendiri sering membantu kita dalam menghadapi segala sesuatu, setidaknya itu yang aku pikirkan saat itu. kali ini, seperti biasa, aku diharuskan menyanggupi 2 ujian, deutsch dan matematika. deutschnya lumayan gampang menurutku, maka kukerjakannya pula dengan santai. setelah itu, datanglah sang angka, nomor dan bilangan-bilangan yang harus kuselesaikan dengan baik. naluriku terkontaminasi kini, aku mendadak kalap. sialnya lagi, soalnya hanya 3 buah. itu artinya, semakin banyak kesalahan yang kubuat, semakin runtuhlah nilaiku. aku mencoba berharap, lagi-lagi berharap, agar nilai deutsch membantuku. ujian pun akhirnya selesai, kubawa diriku dalam ketenangan jiwa. aku pulang ke Hamburg, dengan harapan, Hannover berjodoh denganku. 4 hari setelah ujian selesai, hasil kembali kuterima, dan Tuhan, berkata lain, Hanno bukan jodohku. nilai deutschku sebenarnya sudah baik, bahkan dibilang memuaskan, 88 dari 100. sedangkan matematika? 11 poin yang kudapat dari 33 poin. pilu, malu dan kelu.


aku hancur malam itu. entah mengapa aku ada rasa penyesalan yang timbul mengguncang batin malam itu. aku merasa salah memilih Jerman sebagai tempat aku belajar, tempat aku menuntut ilmu, disini terlampau sulit untukku. apa jangan-jangan Jerman juga bukan jodohku? sial, mentalku jatuh. aku bahkan tak mengenal siapa diriku saat itu, aku hancur, berkeping-keping. malam itu kucoba untuk tegar, tapi apalah daya, aku bukan superman, aku juga bisa nangis. di tengah malam yang pecah ruah oleh lolongan anjing itu aku meratapi nasibku di tepian jendela kamar. kubayangkan 6 bulan yang terbuang sia-sia untuk belajar bahasa Jerman. sial, aku kalap. kuhubungi sang ibunda di rumah nun jauh di belahan bumi lain sana. aku membutuhkannya, sangat. aku menangis sejadi-jadinya. antukkan kepalan tangan ke dinding mungkin sudah tak terhitung lagi. mama mencoba menenangkanku dan yang selalu kuingat, tak sedetik pun kudengar suaranya kecewa, mama menyemangatiku dengan tutur kata lembutnya yang syahdu. kukuatkan diriku, jauh lebih dalam kutarik nafas tubuh ini. lalu kami berdoa bersama melalui pesawat telepon ini, aku tenang malam itu. aku tidur, lelap, larut dalam sedih yang masih tersisa dengan lantunan lagu Manis Kau Dengar, salah satu lagu rohani pemberian sang bunda untukku.


2 hari setelahnya, 24-02-2010, tanggal dengan angka yang sebenarnya tak ada istimewanya, malah cenderung berantakan dengan segala ketidakurutannya. hari itu aku mengikuti 1 tes lagi, di sebuah kota nan kecil, Wismar. studienkolleg hochschule Wismar, begitu nama instansi pendidikan yang tertera diatas surat undangan ujianku. di pagi yang sangat cerah itu, aku, Jakha, Lis, Fajar, Kevin, Andi dan salah seorang teman Andi, Kadek, bergegas menuju kota kecil di utara Jerman ini, sebuah kota wisata di provinsi Mecklenburg-Vorpommern. sejak menapakkan kaki keluar dari rumah, aku berdoa dengan segala permohonanku. aku memohon kepada Tuhan agar memberikan yang terbaik untukku. aku yakin dan percaya, Tuhan punya rencana indah buatku, buat masa depanku dan buat kehidupanku di Jerman ini. dulu sebelum berangkat kesini, aku dan Mama pernah berdoa dengan Tuhan bersama, mama pernah bergumam:


Ya Tuhan,
jika memang Engkau menetapkan Jerman,
sebagai tempat selanjutnya dimana anakku sebaiknya berlabuh,
untuk meniti pendidikan dan kehidupannya,
maka lancarkan segala urusan yang berhubungan dengan itu ya Tuhan.
tapi jika memang bukan itu yang terbaik,
maka hancurkanlah semua rencana kami sekarang juga Tuhan.
amin.


sejak saat itu, jika langkahku sedang tertatih, aku selalu yakin dan percaya, Tuhan hanya memberikanku sedikit guncangan kecil agar mentalku terbentuk. bukankah setiap orang akan lebih baik merasakan bagaimana perihnya jatuh bangun agar ketika suatu saat nanti ketika dia benar-benar terjatuh dan terperosok dalam kegagalan, dia tahu bagaimana cara bangkit kembali dari segala keterpurukannya? aku percaya bahwa Tuhan lah yang membawaku kesini, ke negara yang menjadi impian banyak orang untuk menuntut ilmu ini.




perjalanan pagi itu cukup membuatku santai, karena suhu yang tak terlampau dingin barangkali. karena jam keberangkatan yang cukup pagi ini, beberapa diantara teman-temanku tidur dan lelap di kereta. hanya aku, Kadek dan Kevin yang tak memejamkan mata di kereta dengan jenis regional bahn itu. perjalanan dari Hamburg ke Wismar berdurasi 3 jam. waktu yang singkat ini kumanfaatkan untuk belajar sebaik mungkin. kubongkar habis-habisan buku grammar bahasa Jermanku. hal terindah disini adalah, Hochschule Wismar hanya memberikan 1 tes, bahasa Jerman, AKU OPTIMIS! ku berdoa dan belajar sepanjang jalan. kuharap wismar adalah jodohku. di Wismar, seorang teman Andi dan Kadek, Dipta Nandana, menjemput dan menuntun kami menuju tempat ujian yang kiranya tak kurang dari 1,8 KM kami berjalan, akhirnya tibalah aku diruang ujian yang benar-benar nyaman ini. aku mencoba menenangkan pikiranku dan mengerahkan segala kekuatan yang ada. tes pun berlalu, aku yakin, aku optimis, apapun hasilnya, itu lah pemberian yang terbaik dari Tuhan kepadaku. sepulangnya dari sana aku hanya berdoa, berharap dan selalu memupuk kekebalan mental dalam diriku.


27 februari 2010, pukul 10.00. aku diharuskan untuk menghubungi pihak HS Wismar untuk mengetahui hasilku ini. kutekan pelan tapi pasti nomor yang tertera disitu, wanita diseberang sana, menjawab telfonku dengan suaranya yang khas. kutanyakan dengan jelas dan pelan bagaimana hasil ujianku. setelah memberikan nomor ujianku, 53, aku pun diharap menunggu sekiranya 30 detik. Sie haben bestanden ( Anda Lulus; dalam bahasa Jerman ). kakiku tak berjejak, aku melayang seketika, darahku berdesir 826 kali lebih cepat dari biasanya, otakku membludak, gairahku meningkat untuk membelah dunia pendidikan. kuucapkan terima kasih kepada sang wanita di Hochschule Wismar sana, kututup, lalu kuhubungi sang bunda yang selalu setia memanjatkan doa untukku, mama menangis. tak kuasa kutahan gembiranya hatiku ini. Tuhan memberikan jawaban indah, Wismar menjadi jodohku.


2 hari setelahnya aku berangkat ke Wismar, pindah. aku meniti hidup baru disini, di kota yang hanya diisi tak lebih dari 20 orang Indonesia. di Wismar, aku disambut oleh Dipta lagi. Dipta adalah mahasiswa Indonesia, jurusan Elektro di Hochschule Wismar. dia menemaniku selama kurang lebih 1 minggu. dia malah sempat memberikanku 1 hari bermalam di kamarnya. dipta menunjukkan segala tempat yang sebaiknya aku ketahui, dari supermarket, sampai mengajakku berkeliling kampus. dan disinilah aku sekarang, di Hochschule Wismar, Studienkolleg W-Kurs. disini semuanya berubah menjadi Jerman. makanan, pergaulan, tempat tinggal, pelajaran, bahasa, bahkan tempat ibadah. semua mendadak menjadi Jerman. aku di Jerman. aku berada diantara budaya klasik Eropa yang membuyarkan semua lingkungan melayu yang selama ini diam dalamku. sudah hampir 10 bulan aku disini, banyak hal-hal indah yang kudapati disini, mungkin akan kuceritakan di cerita lain di posting yang lain.


dengan berakhirnya cerita ini, berakhir pula trilogiku, terima kasih untuk kalian yang setia menanti semua cerita-ceritaku. aku hanya mencoba berbagi rasa, sedih, bahagia dan tawa. mudah-mudahan semua ceritaku bermanfaat buat kalian, sebagai hiburan atau referensi kehidupan yang sering tak tertebak jalan ceritanya. Tuhan adalah seorang sutradara, sedang kita, para pemain filmnya. kita hanya diharuskan mengikuti skenario, menikmatinya dan mendalaminya sebagai suatu kewajiban demi mengarungi bahtera dunia. salam kompak :)

8.12.10

2nd part of trilogy: balada remaja labil

bagaimana cerita di first step for stepping many steps kemaren? kurang banyak bukan? wajar kawan, karena kali ini, ceritanya akan lebih membengkak, tumpah ruah akan pandangan-pandangan buasku! bagi yang belum membaca, silahkan membacanya, tepat sebelum post ini. ceritaku kali ini sampai ke fase dimana aku mendapati berbagai pergumulan yang santai tapi bisa menerkam kapan saja. seperti yang kalian tau kawan, ini adalah bagian kedua dari trilogiku. di first step for stepping many steps aku hanya menceritakan bagian awal mula aku berkenalan dengan Stufen Internasional, institut atau biro jasa pendidikan yang membantu para siswa/i Indonesia melanjutkan pendidikan ke Jerman, nah di posting kali ini aku akan membahas kehidupan selama di Stufen, berbagai masalah dan problema yang kudapatkan di Jakarta ( Stufen letaknya di Jakarta, oleh sebab itu aku menetap sementara di Ibukota Pertiwi ini ) sampai ke renungan hidup yang hinggap di kepalaku selama ngekos di Utan Kayu 87 ini, kawasan Matraman.


kamar kos yang kudapati bisa dikategorikan mewah untuk pribadiku sendiri. ber-AC, memiliki fasilitas Laundry, kamar mandi dengan shower panas/dingin & wc di dalam kamar, diluar kamar terdapat juga dapur, TV Sony 80" di ruang tengah dengan beberapa sofa juga meja makan. semua lengkap, semua ada. peralatan atau fasilitas yang kudapat sebenarnya tak semuanya kupakai. diluar bangunan kos-an sendiri, ada 2 hal yang bisa dibanggakan, minimarket (benar-benar mini, hanya menjual barang tertentu) dan pos satpam. keduanya milik kos-an. jadi tak perlu jauh kakiku berjalan untuk sekedar membeli Pop Mie atau makanan ringan lainnya. kawasan sekitar? lengkap kawan. sebelah kanan kos-an ku ini, berdiri gagah rumah makan padang yang setia dari pukul 09.00 - 19.00, sedangkan sebelah kiri gedung kos-an bertengger lah minimarket yang lumayan komplet dan di halamannya ada jualan martabak manis, martabak telor, kebab serta baso lezat. 5 meter dari supermarket ini, ada lagi kawan! pagi, menjadi gerobak bubur ayam. siang, berubah ke jualan rujak buah serta malam dengan semena-menanya berubah menjadi sate. inilah Jakarta kawan, semua ada disini, semua bisa saja terjadi di kota yang banjir dengan perantau. 10 meter dari si gerobak evolusioner ini, jika sang surya telah berganti posisi dengan rembulan, ada jualan paling maknyus se-Matraman (seenggaknya ini menurut aku dan teman-teman yang pernah kuajak makan disana), GEROBAK BANG GANTENG. tepat di seberang jalan gerobak bang ganteng ini, ada warteg. warung dimana aku menggantungkan nasib giziku, mencari makanan yang pas untuk cacing-cacing di perutku. itulah kiranya yang ada di sekeliling kos-an ku. sedang di kos-an ku sendiri, aku tak sendiri sebagai siswa stufen. disini juga berdiam Davis, Liz, Kevin dan Jakha.


lalu dimana lokasi Stufen? dekat kawan. hanya perlu 5 menit dengan berjalan kaki. jalan utan kayu ini bisa dibilang jalan yang aneh. lebarnya hanya cukup untuk 2 mobil dan 2 motor, tapi yang melewati jalan ini sungguh terlalu ramai kawan. kemacetan tiap pagi sudah seperti sarapan pagi untuk mataku. pengamen, pedagang asongan, penjual koran dan para karyawan yang bekerja di ibukota bagian timur ini sudah menjadi sahabat-sahabat hiruk pikuk-ku tiap pagi. 1 hal yang selalu kuingat, ibu bapak pedagang yang menggunakan gerobak di gang menuju Stufen. mereka, tak punya rumah, tidur di depan gerobak mereka beralaskan kardus, atau bahkan hanya tidur dengan posisi terduduk. tak perihkah hati kalian melihatnya? hatiku ibarat terpotong dengan pisau yang dilumuri alkohol lalu disiram dengan jeruk nipis kawan, pedih rasanya. aku, masih bisa hidup berkecukupan, makan 3 kali sehari, bisa punya tv kecil di kos-an, bisa main playstation jika sedang bosan, sedang mereka? mengais rejeki memang susah tampaknya. aku sadar, ini ibukota, ini pusat dimana semua kegiatan bergelut dan bergejolak jadi 1.


apa isi Stufen? well well well, darimanakah harus kuperkenalkan semua ini? isinya semua keluargaku kawan, semua. mereka boleh kubilang bagian dari hidupku selama 6 bulan di Jakarta. mari kuperkenalkan:



  • Priyan Destiana; pemimpin Stufen Internasional ini punya andil yang cukup besar untuk membuatku "tertancap" pesona Jerman. beliau humoris, berkumis tipis dan juga selalu optimis. pengalamannya berorganisasi tak perlu diragukan lagi. lelaki berkharisma ini juga memiliki tampang yang boleh dibilang diatas rata-rata. wajar banyak yang menerka-nerka, siapa istrinya kelak, Aura Kasih atau Rianti Cartwright? Hr. Priyan juga selalu memiliki pemikiran yang simple tapi sesuai dengan target yang diinginkan.

  • Ahmad Muhammad; pria yang memiliki senyum ramah ini memiliki karakter yang anak muda, humoris dan kadang puitis. lelaki yang baru mengakhiri masa lajangnya ini adalah kepala admission Stufen Internasional. beliau juga mempunya komunikasi yang cukup intensif dengan mamaku. jadi agak wajar sekiranya kalau aku selalu berlaku "baik" kepadanya.





  • Bambang Setiaji; apa yg harus kutulis tentangnya? tak cukup kawan, tak cukup untuk kugambarkan dirinya dalam beberapa baris saja. penggemar berat Naruto ini boleh bilang yang paling "dituakan" di Stufen, disisi lain, tiap kata yang keluar dari mulutnya, tak pernah kosong, selalu ada maknanya, walaupun cara menyampaikannya dengan guyon. beliau juga humoris. caranya berorganisasi, membawanya "pas" diposisi bagian marketing. kesukaan beliau dalam "membongkar" internet membuatnya memiliki segudang informasi tentang dunia.





  • Dudy Syafruddin; berwibawa, cerdas dalam mengajar dan sanggup memberi pencerahan ketika kami "jatuh". beliau menjadi guru laki-laki terbaik yang pernah kutemui, selama aku hidup dan belajar akan sesuatu. beliau juga merupakan sosok rendah hati dan sayang dengan keluarganya. semua cerita yang keluar daripadanya selalu memompaku, selalu. caranya menyampaikan pesan kepada kami, tak ubah dengan cara seorang ayah menyampaikan wejangan kepada anak-anaknya.




  • Barita Halomoan Sitanggang; cuma guru ini yang satu suku denganku! horas Herr! cara mengajarnya sangat tidak kompleks, selalu tepat sasaran dan mudah dipahami, sekalipun pelajarannya berat kurasakan. semua cerita-ceritanya selama dia hidup pun selalu membuatku tertarik untuk mendengarkannya. sifat humor juga dimiliki olehnya. "slank"-nya bahasa Jerman juga setahuku hanya dikuasai beliau, mungkin karena beliau memiliki pengalaman bergaul dengan orang-orang Jerman yang tidak terlalu taat dengan grammar.





  • Arasma Fommy; ini guru kualitas wahid untuk mengajar bahasa Jerman, benar-benar wahid. cara mengajarnya yang sangat ampuh untuk membuat manusia tertarik dengan bahasa Mas Hitler. guruku yang satu ini juga mampu menempatkan dirinya, sebagai sahabat, sebagai teman, atau juga sebagai orang tua buat kami, para siswa nakal nan keras kepala. Fr. Pompom ahli membedah sesuatu yang sulit, menjadi sangat mudah. beliau memiliki senyum indah kawan, layaknya gurun sahara yang dihiasi salju dan pohon cemara. beliau juga pernah menjadi kepala sekolah dan sampai saat ini masih aktif mengajar di berbagai institut kebahasaan.

  • Sandra Natalia Sunarno; guruku yang satu ini tak hanya berkemampuan kelas tinggi di bidang bahasa Jerman, beliau juga piawai memainkan kata dalam bahasa Inggris. disiplin, tak kenal kompromi dan tegas cukup menggambarkan caranya mengajar. dulu, selalu aku mengeluh dengan segala peraturannya, tapi sekarang, aku tau, aku sadar, beliau hanya ingin yang terbaik untukku. dari salah seorang staff, kuketahui bahwa Fr. Sandra adalah salah seorang guru yang sangat berprestasi di bidang kebahasaan.





  • Nurjanah; Frau Nung! inilah perempuan dibalik keuangan Stufen. beliau yang memiliki tubuh yang mungil dan imut ini, tak disangka hobi menerjal gunung dan alam. banyak kudengar petualangan-petualangannya dalam melintas alam, dan semuanya dicapainya dengan cara yang cukup dahsyat. moody, ini salah satu sifatnya yang harus diingat oleh kami, para murid Stufen. hal lain, jangan pernah ribut disekitarnya ketika beliau sedang konsentrasi di belakang meja kerjanya. kelebihan lain, memainkan kata-kata penuh makna menjadi hobinya di blog yang diolah beliau sendiri. yang paling penting, beliau humoris kawan!



  • Wina Widya; guru ini ceria, masih muda, bersemangat dan juga senang memancing semangat-semangat kami, para kawula muda yang masih labil tentunya. kemampuannya mengajar cukup diacungi jempol. beliau menyampaikan semuanya dengan lamban, tapi pasti. bahan-bahan yang cukup sulit, dapat dibuat lebih mudah dimengerti olehnya. guru yang juga senang membaca ini juga murah senyum.





  • Ery Sulistyorini; staff penggila korea, segalanya harus berwarna korea. beliau merupakan staff marketing di tubuh Stufen. kalau Hr. Aji yang dituakan, nah Fr. Ery adalah yg "dimudakan" disini. beliau juga mengajar bahasa Jerman di beberapa sekolah negeri. pembawaannya yang supel membuat anak-anak tidak sungkan menanyakan apapun kepadanya. beliau juga bisa dibilang yang paling up-to-date di Stufen, tak heran segala informasi bisa kita dapatkan dari beliau.





  • Arlian Febriani; wanita melayu! alamak, tahukah kalian bagaimana rindu hatiku berbahasa melayu selama di Jakarta? hal ini tak lagi ada sejak aku bisa berbicara bahasa melayu dengan beliau. lulusan UNJ ini boleh dibilang paling gampang "masuk" dengan kami para murid, mungkin dikarenakan sifatnya yang cocok menjadi kakak bagi kami semua. saat ini beliau sedang menyelesaikan S2-nya. beliau jugalah yang menemani berangkat, dari Jakarta sampai ke Hamburg. banyak kenangan yang tersimpan saat bersamanya di pesawat, kereta atau rumah kami di Hamburg.

mereka semua pembimbingku, mereka orang tua angkat ku di ibukota yang katanya keras ini. mereka selalu mencoba memberitahuku, mana yang sebaiknya kulakukan, mana yang sebaiknya kuhindari. walau kadang tak selalu kudengar ucapan dari bibir mereka, tapi tetap terngiang-ngiang hingga detik ini segala yang terucap oleh mereka, orang tua angkatku. canda, tawa bahkan tangis, pernah kurasakan bersama mereka. terima kasih kuhaturkan untuk kalian semua, kalian selalu disini, didalam hatiku, Stufen's.


well, lemme tell you everybody how was my adaptation with German! susah kawan, susah. kadang letih aku dulu membongkar semua grammar, mengingat-ngingat semua kata dalam bahasa Jerman. menyusun rangkaian kata-kata itu menjadi sebuah kalimat yang terkadang aku sendiri tak mengerti apa itu. hanya kususun, kuletakkan dimana "kata kerja"nya seharusnya berada, dan begitu seterusnya. di bulan-bulan kedua aku baru lah bisa merasakan nikmatnya bahasa negara pemegang perekomian Eropa (Euro) ini. dialek dan aksen ku makin lama makin membaik, aku makin bisa "melafalkan" tiap kata-kata yang kadang harus diberi "dahak" agar terdengar lebih german


tahukah kalian mengapa kunamakan posting ini "Balada Remaja Labil" ? Labil, sebuah kata yang mempunyai kekuatan maha dahsyat. jika kuukir pengertian labil yang kumaksud, maka luasnya pulau borneo pun kalah dibanding dengan luasnya arti labil dalam balada ini. aku adalah manusia yang boleh dikatakan cukup labil jika dalam kondisi tertekan, termasuk ketika mendapat musibah, kesulitan dan tentunya pilihan.


hal pertama yang menyerangku tentunya sulitnya bahasa ini, bahasa yang memiliki struktur teratur nan indah layaknya menara pisa di Italia. tiap malam ketika banyak tugas-tugas dari para Lehrer/in (guru dalam bahasa Jerman) menghampiri meja belajarku, maka tiap malam itu pula otak ku berdenyut karena memikirkan, apa bisa aku nanti? sanggupkah aku dengan bahasa ini mempelajari ilmu tingkat tinggi di Jerman sana? haruskah aku menghabiskan separuh kekuatan otakku untuk menyelesaikan studiku? statusnya sungguh berbeda dengan para teman-temanku yang menggunakan bahasa INDONESIA sebagai bahasa pengantar dalam menuntut ilmu di nusantara tercinta ini. setidak-tidaknya, teman-temanku yang di Indonesia, tak perlu membongkar kamus untuk mencari arti dari 1 kata yang dimengerti. hal kedua! ini yang membuatku cukup meriang kawan.





the second one, kekecewaan! selama aku hidup kurang lebih 6 bulan di Jakarta, cuma 1 kali aku pernah merasa perihnya kecewa. kecewa itu kurasa tak lain tak bukan terhadap diriku sendiri. mari kuceritakan; setiap penduduk Indonesia yang hendak bertolak ke Jerman, diharuskan memiliki VISA Eropa. visa Jerman ini hanya bisa kudapatkan di 1 tempat di Indonesia, di Kedutaan Jerman. untuk melamar, aku diharuskan untuk melengkapi beberapa persyaratan, termasuk kemampuan bahasa yang harus tertuang dalam selembar sertifikat nan berharga dengan lisensi dari Goethe Institut (GI adalah lembaga bahasa resmi Jerman di Indonesia). lantas apa yang sulit? apa yang harus kukecewakan? 3 minggu sebelum tes berlangsung, aku sudah berencana untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin. kuulang semua pelajaran-pelajaran yang didapatkan selama aku belajar bahasa di Stufen. tak sulit sepertinya ujian ku nanti, pikirku. disuatu kesempatan aku diminta oleh temanku untuk mengajarkan mereka. saat itu, yang terlintas di benak ini hanya bagaimana bisa membantu mereka, agar temanku bisa lulus bersamaku di tes sertifikat nanti. kurang lebih 3 hari berturut-turut kuajarkan mereka sampai aku sendiri pun jadi tak menyentuh buku untuk diriku sendiri, karena kupikir cukup dengan mengajarkan mereka, aku juga telah mengulang pelajaran yang kudapati. hari H pun tiba dan aku melewatinya dengan perasaan "aman". aku merasa mampu mengerjakan semua dengan baik. 

1 bulan kemudian, hasil tes pun keluar. entah mengapa perasaan ku memang tidak enak pada hari itu. ya, hasil diterima, aku cuma mendapat hasil yang sangat pas-pas.an. bagaimana temanku? mereka meraih nilai yang setidaknya diatas aku. semua, termasuk yang aku bantu dalam persiapan ujian. kecewa, sedih, emosi, galau dan LABIL teraduk satu dalam hati ini. sedu kurasa melihat nilaiku yang benar-benar pas. sebenarnya tak ada masalah dengan nilaiku ini untuk mendapatkan visa, tapi entah kenapa, aku merasa itu bukan nilaiku, bisa dibilang itu bukan kemampuanku. aku hampa 24 jam. 24 kurasakan diriku entah kemana. hatiku burai, pikirku melayang, melesat entah kemana. mama, yang kukabari pada siang hari itu juga memang dahsyat, beliau tahu kalau ada yang salah dengan hasilku. sampainya dirumah, aku membeberkan semuanya. tak ada 1 kejadian  pun yang kulewatkan. aku merasa ingin segera punah waktu itu. setelah selesai bersedih dan meratap, sore itu aku tidur panjang. sangat panjang. aku bangun keesokan harinya jam 3 pagi.


pagi itu, setelah mandi kurenungkan lagi semuanya. kumulai semuanya lagi dengan yang baru, semangat baru dan tentunya gaya berpikir yang lebih baru. dari kejadian itu aku sadar saat itu juga, nilaiku mungkin tak seberapa, tapi bukankah aku telah menolong temanku yang membutuhkanku? bukankah itu lebih indah? menolong teman sendiri itu tak ternilai lagi harganya, terlebih jika yang kita tolong adalah orang yang benar-benar membutuhkan kita. semakin hari, keuntungan dari semua itu kudapat lagi. aku menjadi dekat dengan teman-temanku dan yang pasti, aku belajar BERDIRI disaat aku JATUH, dan itu semua kulakukan sendiri. aku belajar mendapat "tamparan-tamparan kecil", agar nanti kelak aku dewasa, tamparan itu tak sepedas rasa aslinya.


the last, but the most complicated. ini saat-saat terakhir dari keberadaanku di ranah pertiwi. hari itu, pagi yang cerah itu, tanggal 11 Januari 2010, aku akan meninggalkan pondasi hidupku, untuk membangun sesuatu yang jauh lebih menjulang lagi, masa depan. aku meninggalkan semuanya. keluarga besar, rumah, sahabat-sahabatku, masa kanak-kanak, kampung halaman dan yang paling penting MAMA, orang yang selama ini paling berharga untukku. mama segalanya bagiku. terserah apa kata orang, anak mami, anak mama, anak manja, tak peduli. bukankah lebih indah anak mama daripada anak tak punya mama? apa tolak ukur mereka sampai mengatakan aku anak manja? merasa lebih mandiri daripada aku? merasa lebih bisa mengurus semuanya sendiri daripada aku? kuingatkan, orang yang mandiri, adalah orang yang berani keluar kandang dan mendeklarasikan kepada dunia, kalau dia mampu berdiri diatas kakinya sendiri, tanpa bantuan orang lain.


pukul 09.00.
aku, mama bersama teman mama berangkat dari hotel menuju kerumah salah seorang sahabat karibku (bahkan sudah menjadi seperti saudari kandung buatku) di bilangan Kemang. sesampai disana, tak butuh waktu lama bertemu dengan Uchi, yang mengenakan sweater berwarna hijau lumut. melihat wajahnya, hatiku tertekuk dalam. terlintas dalam kepala, ini hari terakhir melihat wajahnya yang kadang sering menyebalkan sebelum aku pergi mengejar mimpi-mimpiku yang sebenarnya juga karena pemberian buku dari nya (baca 1st step for stepping many steps). sebelum ke bandara, kami menyempatkan diri untuk mampir ke supermarket demi membeli makanan kecil selama perjalanan. di perjalanan, entah memang ada alasan apa, tiba-tiba Jakarta diguyur hujan. berubahlah suasana semuanya. aku tak tau mengapa, aku mendadak menjadi seorang yang melankolis waktu itu. tak tau mengapa. aku malah sampai berpikir, menangiskah Indonesia karena ditinggal olehku? agak lebay memang kawan, tapi ya itulah aku. kadang daya imajinasiku meronta kemana-mana, tak terkendali. selama perjalanan, tak ada keberanian dariku untuk melihat mama, aku tahu persis perasaannya saat itu. mama pasti merasakan hal yang sama.


pukul 13.00.
kami di bandara! yeah, hatiku makin berdetak kencang seperti genderang mau perang. setiap detik yang berlalu sangat berarti buatku. semua begitu berharga kurasa. hatiku mulai meracau, inilah yang namanya labil karena pilihan. mendadak ingin kubatalkan semuanya. tak ingin kupergi jauh-jauh hanya demi menuntut ilmu di benua Biru sana. sejam di bandara soekarno-hatta, kabar indah masuk ke ponsel ku. sahabat-sahabatku yang lain, Emy, Dennis, Yandy dan Nadia akan datang juga untuk melepasku. bukan main kepalang senangnya rasa hatiku. 1 jam berlalu dan akhirnya orang-orang yang sudah kuanggap seperti saudara-saudariku ini datang semua. makin muncul lah rasa ingin membatalkan semuanya. ingin rasanya kuajak mereka semua membelah Eropa bersama.


pukul 16.30.
semua keluarga beserta peserta yang akan berangkat briefing, doa bersama dan membicarakan beberapa hal penting. mama, menitikkan air mata. mama orang pertama diantara banyak keluarga disitu yang menangis di bandara. aku bingung. aku hanya bisa mendekapnya hangat. aku hanya bisa mendeklarasikan mimpi-mimpiku kepadanya. aku selalu berusaha meyakinkannya kalau aku akan baik-baik saja. aku bertutur kepadanya kalau aku pergi, untuk kembali dengan pengalaman dan tentunya pendidikan yang kucuri di benua penuh pesona itu. mama memelukku erat, tak lepas, sedetikpun tidak. isak tangisnya memenuhi terminal internasional itu. semua orang melihat aku dan mama, aku tak tahu apa yang mereka pikirkan. entah karena aku juga ikut menangis, atau mereka juga turut mendoakanku dan mencoba meyakinkan mamaku, kalau aku akan baik-baik saja. hal yang paling seru, lucu, bahagia adalah ketika Stufen ingin mengabadikan gambar murid dan orang tua nya. posisi kami semua saat itu seperti huruf U dan setiap yang akan difoto, akan mengambil posisi tepat ditengah-tengah huruf U ini. saat giliranku tiba, aku dengan sigap mengambil posisi ditengah-tengah, tapi mama agak malu-malu. seketika itu juga, aku menggoda mama dengan setengah teriak, kupekikkan: "Sini Ma, peluk Dani. sini mama nomer 1 di dunia!". spontan panggilan itu kulantangkan kepada mama. bahkan sampai detik ini, beliau masih kujulukki mama nomer 1 di dunia, sampai detik ini. respon yang lain? ada yang menangis, ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang terharu bahkan ada yang ikutan juga menggoda mama dengan sebutan Mama Nomer 1 di Dunia tadi.


pukul 18:30.
inilah semuanya berawal. disinilah hidupku, di tanggal 11 Januari 2010, petualangan baru dalam hidupku akan kumulai. sebelom sesi pisah dengan mama, kuhampiri semua sahabat-sahabatku tadi. Nadia ( seorang mahasiswi jurusan Kedokteran di UPH yang mungkin setelah lulus nanti akan menjadi dokter Cinta ), Emi ( penduduk asli Padang tapi selalu mengaku asli Pekanbaru dan menuntut ilmu di Unpad jurusan Bisnis Admin ), Suci ( calon akuntanwati sukses yang kadang menyebalkan dan sekarang dia sedang menyusun rencana panjangnya sekaligus menjalani pendidikan di IBS ), Dennis ( pria autis yang pintar cari muka dan jadi penyiar sekaligus tombolist di Radio Unpar, tempat dimana dia menuntut ilmu dengan jurusan Manajemen ) dan terakhir Yandy ( seorang Liverpudlian sejati, yang hanya merelakan aku berpacaran dengan adiknya, jika aku membelikannya tiket nonton Liverpool di Anfield dan sekarang meneruskan pendidikan di Unpad juga), mereka semua kelihatan (digarisbawahin, KELIHATAN ) sedih. 2 orang lelaki seumuran ini adalah yang pertama kuhampiri, Dennis dan Yandy. pesan mereka singkat, tapi sungguh penuh arti. tak pernah aku pernah melihat mereka bisa bertutur begitu dalamnya kepadaku. mimik wajah mereka menunjukkan kalau mereka mendukungku sepenuhnya, mereka bilang: "Baik-baik ya disana". singkat, jelas, padat dan rinci. terkesan malah sama seperti reklame-reklame para calon-calon legislatif. setelah itu, giliran para perempuan. mereka bertiga ini, plus Donda, Angel, Missy dan Ryna, adalah perempuan yang benar aku sayang, saudariku, sahabatku dan juga segalanya bagiku. posisi berdiri mereka masih teringat olehku, Nadia di kiri, Emi di tengah dan Uchi di kanan. saat kupeluk mereka bertiga, air mataku yang tadi sebenarnya sudah terkuras habis saat dengan mama kembali mengalir, ini air mata bahagia, pikirku. aku meninggalkan mereka, aku senang, karena aku menjadi lebih dekat dengan mimpi-mimpiku, dan tentunya membuat mereka bangga karena mempunyai aku sebagai sahabat, saudara bahkan segalanya untuk mereka. untuk salam terakhir, kukecup ketiga kening mereka. kusampaikan permohonan maafku, karena aku akan pergi. maaf karena aku tak bisa lagi merayakan hari ulang tahun kita bersama, maaf karena ketika liburan kuliah aku tak bisa menemani kalian lagi untuk lari pagi dan bercanda bersama, dan maaf, karena aku tak bisa selalu ada untuk kalian disaat aku butuh. aku mencintai mereka, semua.


tak cukup sepertinya air mata yang sudah keluar, the last moment akhirnya datang. Mama, kulafaskan lagu yang sama lagi ke telinganya, lagu yang selalu kudengungkan sedari tadi pagi ke telinganya, begini liriknya,


sewaktuku masih kecil,
gembira dan senang,
tiada duka kukenang,
tak kunjung mengerang,
di sore hari nan sepi,
ibu ku bertelut,
sujud berdoa kudengar,
namaku disebut.


di doa ibuku namaku disebut,
di doa ibu kudengar, ada namaku disebut.



kuulang ulang selalu lagu ini di telinganya. seolah ingin kusampaikan, terima kasih atas doa-doa yang selalu mama panjatkan untukku. terima kasih karena selalu mengajarkanku banyak hal. bersamamu, Ma, air payau menjadi anggur manis, duka menjadi suka, sedih menjadi tawa, gerutu menjadi sumringah, hitam menjadi putih, gubuk menjadi istana dan tamparan menjadi pelukan. saat sudah membanjir semua air mata mama di sapu tangan yang dikenakannya, akhirnya sapu tangan itu aku ambil, kumasukkan dalam tasku. mama bertanya seketika, mengapa kuambil sapu tangan itu, kujawab penuh perasaan, " Saputangan ini ga bakal pernah Dani cuci ma, disini ada tangisan Mama, bakal Dani cuci, kalo kita ketemu lagi”. Actually I'm not a romantic person. But I don’t know how can I said that. Mama smiled then I kissed and hugged her. Dan aku berlalu ke arah antrian buat masuk ke pihak imigrasi beserta dedengkotnya.


mama melepas kepergianku, dengan berdiri tepat di pembatas antara pengantar penumpang dan pintu masuk check in, aku berlari ke arah mama, aku memeluknya erat, kukecup keningnya, dan kuteriakkan, " Dani pergi untuk kembali ma!!!!! I love you, I'm gonna miss you!". aku pun berlalu, kutoleh wajah mama untuk terakhir kalinya sebelum aku berangkat, aku tersenyum, beliau tersenyum. sejak saat itu, ketika aku susah, senyum dari mama itu selalu membuatku bersemangat, seperti energi yang mengisi semangat dan tenagaku dalam segala hal yang akan kuhadapi. terima kasih, Mama :)


well done well done, tunggu lanjutannya ya; "Germanisasi"!
bakal keluar sebelum 2011!